KEDELAI
TRANSGENIK DAN PERMASALAHANNYA
Kedelai dikenal dengan berbagai nama: sojaboom, soja,
soja bohne, soybean, kedele, kacang ramang, kacang bulu, kacang gimbol, retak
mejong, kaceng jepun, lebui bawak, lawui, sarupa tiak, dole, kadule, puwe non,
kacan kuning (aceh) dan gadelei. Berbagai nama ini menunjukkan bahwa kedelai
telah lama dikenal di Indonesia.
Berdasarkan peninggalan
arkeologi, tanaman ini telah dibudidayakan sejak 3500 tahun yang lalu di Asia
Timur. Kedelai putih diperkenalkan ke Nusantara oleh pendatang dari Cina sejak
maraknya perdagangan dengan Tiongkok, sementara kedelai hitam sudah dikenal
lama orang penduduk setempat.
Orang Cina merupakan
pengguna kacanng kedelai sebagai makanan yang pertama. Pada sekitar tahun
1100BC, kacang kedelai telah ditanam di bagian selatan tengah Cina dan dalam
waktu singkat menjadi makanan pokok diet Cina. Kacang kedelai telah
diperkenalkan di jepang sekitar tahun 100 AD dan meluas ke seluruh
Negara-negara Asia secara pesat. Kacang kedelai dikenal di Eropa sekitar tahun
1500 AD. Pada awal abab ke-18, kacang kedelai telah ditanam secara komersial di
Amerika Serikat.
Tanaman transgenik
adalah suatu produk rekayasa genetika melalui transformasi gem dari makhluk
hidup lain ke dalam tanaman yang tujuannya untuk menghasilkan tanaman baru yang
memiliki sifat unggul yang lebih baik dari tanaman sebelumnya.
Hingga saat ini sudah
ratusan gen dari berbagai sumber yang berhasil dipindahkan ke tanaman dan
memunculkan ratusan jenis varietas tanaman baru yang disebut tanaman
transgenik. Namun sebagian besar tanaman transgenik tersebut belum dipasarkan.
Hingga tahun 2000 baru 24 jenis tanaman transgenik yang dikomersialkan di
Amerika, diantaranya termasuk empat kelompok tanaman transgenik utama yaitu:
(1) kedelai transgenik yang menguasai 36% dari 72 ha area global tanaman
kedelai, (2) kapas transgenik mancakup 36% dari 34 juta ha, (3) kanola
transgenik mencakup 11% dari 25 juta ha, dan (4) jagung transgenik 7% dari 140
juta ha.
Pada kedelai
transgenik, gen bakteri tanah Bacillus
thuringiensis (sering disebut Bt) “digunting” dan “direkatkan” pada gen
kedelai untuk membuat kedelai tahan hama. Di alam, bakteri Bt menghasilkan
senyawa yang bisa membunuh larva serangga tertentu. Jadi, “mengawinkan” gen Bt
dengan gen pestisidanya sendiri. Dengan rekayasa genetika, kedelai transgenik
juga didesain tahan terhadap herbisida.
Pro
dan Kontra Tanaman Transgenik
Perkembangan transgenik yang luar biasa di 3 tahun
terakhir membawa kekhawatiran dan persepsi msyarakat umum. Kekhawatiran dan
persepsi ini telah muncul lebih seperempat abad lalu setelah Herbert Boyer dan
Stanley Cohen pada tahun 1973 berhasil untuk pertama kalinya mengembangkan
transgenik, meskipun secara alamiah rekombinasi DNA sebenarnya juga terjadi
(BPPT, 2000).
Tanaman transgenik ini
menjadi pro dan kontra bagi masyarakat di dunia karena belum adanya penjelasan
yang tepat mengenai aman atau tidaknya tanaman transgenik untuk di konsumsi
oleh manusia. Dengan demikian, muncul pandangan-pandangan dari beberapa
kelompok yang setuju terhadap tanaman transgenik dan juga dari beberapa
kelompok yang menentang terhadap tanaman transgenik.
- Pandangan
kelompok yang setuju terhadap tanaman transgenik.
Beberapa
kelompok yang setuju dengan tanaman transgenik menganggap bahwa tanaman
transgenik memiliki kualitas lebih dibandinng tanaman konvensional, yaitu:
kandungan nutrisi lebih tinggi, tahan hama, tahan cuaca, umur pendek, dan
sebagainya, sehingga penanaman komoditas tersebut dapat memenuhi kebutuhan
pangan secara cepat dan menghemat devisa akibat penghematan pemakaian pestisida
atau bahan kimia lain serta tanaman transgenik produksi lebih baik. Selain itu,
teknik rekaysa genetika sam dengan pemuliaan tanaman yaitu memperbaiki
sifat-sifat tanaman dengan menambah sifat-sifat ketahanan terhadap cekaman hama
maupun lingkungan yang kurang menguntungkan sehingga tanaman transgenik
memiliki kualitas lebih baik dari tanaman konvensional, serta bukan hal baru
karena sudah lama dilakukan tetapi tidak disadari oleh masyarakat. Tanaman
transgenik dianggap dapat mengurangi dampak kerusakan dan pencemaran lingkungan
misalnya tanaman transgenik tidak perlu pupuk kimia, tidak perlu pestisida, dan
lain-lain. Sehingga tanaman transgenik dapat membantu upaya perbaikan
lingkungan.
- Pandangan
kelompok yang menentang tanaman transgenik.
Beberapa
kelompok yang tidak setuju tanaman transgenik menganggap bahwa tanaman
transgenik yang dapat menyebabkan kemungkinan bahaya pencemaran biologis
makhluk hidup lain, penyelewengan sifat toksin, munculnya alergi yang tidak
diketahui dan antibiotik. Mereka menganggap bahwa bioteknologi rekayasa
genetika bukan soal meningkatkan produksi pangan semata, tetapi lebih merupakan
eksploitasi kehidupan dan system pendukung kehidupan demi mencari keuntungan.