LINK GUNADARMA

Banner Link Gunadarma

Jumat, 15 April 2016

Tulisan II Psikoterapi



Kasus yang Sesuai dengan Client-Centered Therapy 

Seseorang akan menghadapi persoalan jika diantara unsur-unsur dalam gambaran terhadap diri sendiri timbul konflik dan pertentangan, lebih-lebih antara siapa saya ini sebenarnya (real self) dan saya seharusnya menjadi orang yang bagaimana (ideal self). Berbagai pengalaman hidup menyadarkan orang akan keadaan dirinya yang tidak selaras itu, kalau keseluruhan pengalaman nyata itu sungguh diakui dan tidak di sangkal. 

Berikut ini ada contoh kasus yang biasa ditangani oleh pendekatan Client-centered. Misalnya, seorang mahasiswi mengira bahwa dia sangat sayang pada adiknya yang perempuan, tetapi pada suatu saat dia mulai sadar akan tingkah lakunya yang bertentangan dengan fikiran itu, karena ternyata dia berkali-kali mengucapkan kata-kata yang sengit penuh rasa iri kepada adiknya yang sudah mempunyai pacar. Padahal, terhadap adik sendiri seorang kakak tidak boleh bertindak begitu. Pengalaman yang nyata ini menunjuk pada suatu pertentangan antara siapa saya ini sebenarnya dan seharusnya menjadi orang yang bagaimana. Bilamana mahasiswi mulai menyadari kesenjangan dan mengakui pertentangan itu, dia menghadapi keadaan dirinya sebagaimana adanya. Kesadaran yang masih samar-samar akan kesenjangan itu menggejala dalam perasaan kurang tenang dan cemas serta dalam evaluasi diri sebagai orang yang tidak pantas (worthless). Mahasiswi ini siap untuk menerima layanan konseling dan menjalani proses konseling untuk menutup jurang pemisah antara dua kutub di dalam dirinya sendiri. Konselor dapat membangung kepercayaan antara diri klien terhadap konselor agar klien merasa diterima sehingga klien dapat dengan nyaman menceritakan masalah yang dialaminya, membuka seluruh perasaan diri klien, mengarahkan klien agar dapat lebih mengenal dan mengerti dirinya sendiri sehingga membawa perubahan pada diri klien agar akhirnya klien menemukan dirinya kembali sebagai orang yang pantas (person of worth).

Referensi:
http://atfahmi.depsos.org/2010/07/13/terapi-berpusat-klienclient-centered-theraphy/ diakses pada 11 April 2016

Tugas II Psikoterapi



TERAPI HUMANISTIK EKSISTENSIALIS

Terapi eksistensial humanistik adalah terapi yang sesuai dalam memberikan bantuan kepada klien. Karena teori ini mencakup pengakuan eksistensialisme terhadap kekacauan, keniscayaan, keputusasaan manusia kedalam dunia tempat dia bertanggung jawab atas dirinya. 

Menurut Kartini Kartono dalam kamus psikologinya mengatakan bahwa terapi eksistensial humanistik adalah salah satu psikoterapi yang menekankan pengalaman subyektif individual kemauan bebas, serta kemampuan yang ada untuk menentukan satu arah baru dalam hidup. Sedangkan menurut W.S Winkel, Terapi Eksistensial Humanistik adalah konseling yang menekankan implikasi-implikasi dan falsafah hidup dalam menghayati makna kehidupan manusia di bumi ini. 

Terapi Eksistensial Humanistik berfokus pada situasi kehidupan manusia di alam semesta, yang mencakup tanggung jawab pribadi, kecemasan sebagai unsur dasar dalam kehidupan batin. Usaha untuk menemukan makna diri kehidupan manusia, keberadaan dalam komunikasi dengan manusia lain, kematian serta kecenderungan untuk mengembangkan dirinya semaksimal mungkin. 

1. Konsep Dasar  Pandangan Humanistik Eksistensial Tentang Perilaku atau Kepribadian 

Pendekatan Eksistensial-humanistik berfokus pada diri manusia. Pendekatan ini mengutamakan suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia. Pendekatan Eksisteneial-Humanistik dalam konseling menggunakan sistem tehnik-tehnik yang bertujuan untuk mempengaruhi konseli. Pendekatan terapi eksistensial-humanistik bukan merupakan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentang manusia. Konsep-konsep utama pendekatan eksistensial yang membentuk landasan bagi praktek konseling, yaitu:
  • Kesadaran Diri, Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri seorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesadaran untuk memilih alternatif-alternatif yakni memutuskan secara bebas didalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia. Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para ekstensialis menekan manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.
  • Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan. Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan ekstensial bisa diakibatkan atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati (nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesasaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya. Dosa ekstensial yang juga merupakan bagian kondisi manusia. Adalah akibat dari kegagalan individu untuk benar benar menjadi sesuatu sesuai dengan kemampuannya.
  • Penciptaan Makna. Manusia itu unik dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian (manusia lahir sendirian dan mati sendirian pula). Walaupun pada hakikatnya sendirian, manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi dipersonalisasi, alineasi, kerasingan, dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya. Sampai tarap tertentu, jika tidak mampu mengaktualkan diri, ia bisa menajdi “sakit”.
2. Unsur-Unsur Terapi Humanistik Eksistensial
 
a. Tujuan-tujuan Terapeutik

Tujuan terapi eksistensial adalah meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya. Terapi eksistensial juga bertujuan membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban kekuatan-kekuatan deterministik di luar dirinya.

b. Fungsi dan Peran Terapis

Tugas utama terapis adalah berusaha memahami klien sebagai ada dalam-dunia. Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikologi humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut:
  • Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi.
  • Menyadari peran dari tanggung jawab terapis.
  • Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik.
  • Berorientasi pada pertumbuhan.
  • Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang   menyeluruh.
  • Mengakui bahwa putusan-ptusan dan pilihan-pilihan akhir terletak di tengan klien.

3. Teknik-Teknik Terapi Humanistik Eksistensial

Yang paling dipedulikan oleh konselor eksistensial adalah memahami dunia subyektif si klien agar bisa menolongnya untuk bisa sampai pada pemahaman dan pilihan-pilihan baru. Fokusnya adalah pada situasi hidup klien pada saat itu, dan bukan pada menolong klien agar bisa sembuh dari situasi masa lalu (May &Yalom, 1989). Biasaya terapis eksistensial menggunakan metode yang mencakup ruang yang cukup luas, bervariasi bukan saja dari klien ke klien, tetapi juga dengan klien yang sama dalam tahap yang berbeda dari proses terapeutik. Tidak ada perangkat teknik yang dikhususkan atau dianggap esensial (Fischer & Fischer, 1983). Di sisi lain, beberapa orang eksistensialis mengesampingkan teknik, karena mereka lihat itu semua memberi kesan kekakuan, rutinitas, dan manipulasi.

Sepanjang proses terapeutik, kedudukan teknik adalah nomor dua dalam hal menciptakan hubungan yang akan bisa membuat konselor bisa secara efektif menantang dan memahami klien. Teknik-teknik yang digunakan dalam konseling eksistensial-humanistik, yaitu Penerimaan, Rasa Hormat, Memahami, Menentramkan, Memberi Dorongan, Pertanyaan Terbatas, Memantulkan Pernyataan dan Perasaan Klien, Menunjukan Sikap yang Mencerminkan Ikut Merasakan Apa yang Dirasakan Klien, Bersikap Mengijinkan Untuk Apa Saja yang Bermakna.


CLIENT CENTERED THERAPY

Carl R. Rogers mengembangkan terapi clien centered sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya keterbatasan- keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Pada hakikatnya, pendekatan client centererd adalah cabang dari terapi humanistik yang menggaris bawahi tindakan mengalami klien berikut dunia subjektif dan fenomenalnya. Pendekatan client centered ini menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan klien untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri. Menurut Rogers yang dikutip oleh Gerald Corey menyebutkan bahwa terapi client centered merupakan teknik konseling dimana yang paling berperan adalah klien sendiri, klien dibiarkan untuk menemukan solusi mereka sendiri terhadap masalah yang tengah mereka hadapi. Hal ini memberikan pengertian bahwa klien dipandang sebagai partner dan konselor hanya sebagai pendorong dan pencipta situasi yang memungkinkan klien untuk bisa berkembang sendiri. Sedangkan menurut Prayitno dan Erman Amti terapi client centered adalah klien diberi kesempatan mengemukakan persoalan, perasaan dan  pikiran- pikirannya secara bebas. Pendekatan ini juga mengatakan bahwa seseorang yang mempunyai masalah pada dasarnya tetap memiliki potensi dan mampu mengatasinya maslah sendiri.


Jadi terapi client centered adalah terapi yang berpusat pada diri klien, yang mana seorang konselor hanya memberikan terapi serta mengawasi klien pada saat mendapatkan pemberian terapi tersebut agar klien dapat berkembang atau keluar dari masalah yang dihadapinya.


1. Konsep Teori Kepribadian dalam Terapi Client- Centered

Rogers sebenarnya tidak terlalu memberi perhatian kepada teori kepribadian. Baginya cara mengubah dan perihatian terhadap proses perubahan kepribadian jauh lebih penting dari pada karakteristik kepribadian itu sendiri. Namun demikian, karena dalam proses konseling selalu memperhatikan perubahan-perubahan kepribadian, maka atas dasar pengalaman klinisnya Rogers memiliki pandangan-pandangan khusus mengenai kepribadian, yang sekaligus menjadi dasar dalam menerapkan asumsi- asumsinya terhadap proses konseling.

Kepribadian menurut Rogers merupakan hasil dari interaksi yang terus- menerus antara organism, self, dan medan fenomenal. Untuk memahami perkembangan kepribadian perlu dibahas tentang dinamika kepribadian sebagai berikut:

a.  Kecenderungan Mengaktualisasi 
Rogers beranggapan bahwa organism manusia adalah unik dan memiliki kemampuan untuk mengarahkan, mengatur, mengontrol dirinya dan mengembangkan potensinya.


b. Penghargaan Positif Dari Orang Lain

Self berkembang dari interaksi yang dilakukan organism dengan realitas lingkungannya, dan hasil interaksi ini menjadi pengalaman bagi individu. Lingkungan sosial yang sangat berpengaruh adalah orang-orang yang bermakna baginya, seperti orang tua atau terdekat lainnya. Seseorang akan berkembang secara positif jika dalam berinteraksi itu mendapatkan penghargaan, penerimaan, dan cinta dari orang lain.

c. Person yang Berfungsi Utuh
Individu yang terpenuhi kekbutuhannya, yaitu memperoleh penghargaan positif tanpa syarat dan mengalami penghargaan diri, akan dapat mencapai kondisi yang kongruensi antara self dan pengalamannya, pada akhirnya dia akan dapat mencapai penyesuaian psikologis secara baik.

2. Unsur-unsur terapi Client- Centered

Unsur-unsur konseling berpusat pada person sebagai berikut:


  • Fokus utama adalah kemampuan individu memecahkan masalah bukan terpecahnya masalah
  • Lebih mengutamakan sasaran perasaan dari pada intelek
  • Masa kini lebih banyak diperhatikakn dari pada masa lalu
  • Pertumbuhan emosional terjadi dalam hubungan konseling
  • Proses terapi merupakan penyerasian antara gambaran diri klien dengan keadaan dan pengalaman diri yang sesungguhnya
  • Hubungan konselor dank lien merupakan situasi pengalaman terapetik yang berkembang menuju kepada kepribadian klien yang integral dan mandiri.
  • Klien memegang peranan aktif dalam konseling sedangkan konselor bersifat pasif.



3. Teknik terapi Client- Centered

Secara garis besar teknik terapi Client- Centered yakni:
  • Konselor menciptakan suasana komunikasi antar pribadi yang merealisasikan segala kondisi.
  • Konselor menjadi seorang pendengar yang sabar dan peka, yang menyakinkan konseli dia diterima dan dipahami.
  • Konselor memungkinkan konseli untuk mengungkapkan seluruh perasaannya secara jujur, lebih memahami diri sendiri dan mengembangkan suatu tujuan perubahan dalam diri sendiri dan perilakunya.

LOGOTERAPI (VICTOR FRANKL)

Teori dan terapi Viktor Frankl lahir dari pengalamannya selama menjadi tawanan di kamp konsentrasi Nazi. Di sana, ia menyaksikan banyak orang yang mampu bertahan hidup atau mati di tengah siksaan. Hingga akhirnya dia menganggap bahwa mereka yang tetap berharap bisa bersatu dengan orang-orang yang dicintai, punya urusan yang harus diselesaikan di masa depan, punya keyakinan kuat, memiliki kesempatan lebih banyak daripada yang kehilangan harapan.
Frankl menamakan terapinya dengan logoterapi, dari kata Yunani, “logos”, yang berarti pelajaran, kata, ruh, Tuhan atau makna. Frankl menekankan pada makna sebagai pegertian logos. Bila Freud dan Addler menekankan pada kehendak pada kesenangan sebagai sumber dorongan. Maka, Frankl menekankan kehendak untuk makna sebagai sumber utama motivasi.
Logoterapi percaya bahwa perjuangan untuk menemukan makna hidup dalam hidup seseorang merupakan motivator utama orang tersebut. Logoterapi berusaha membuat pasien menyadari tanggungjawab dirinya dan memberinya kesempatan untuk memilih, untuk apa, atau kepada siapa dia merasa bertanggungjawab. Logoterapi tidak menggurui atau berkotbah melainkan pasien sendiri yang harus memutuskan apakah tugas hidupnya bertanggung jawab terhadap masyarakat, atau terhadap hati nuraninya sendiri. 


1. Konsep Dasar Pandangan Frankl tentang Perilaku atau Kepribadian

Menurut Frankl logoterapi memiliki wawasan mengenai manusia yang berlandaskan tiga pilar filosofis yang satu dengan lainya erat hubunganya dan saling menunjang yaitu:


  • Kebebasan berkehendak (Freedom of Will). Dalam pandangan logoterapi, manusia adalah mahluk yang istimewa karena mempunyai kebebasan. Kebebasan disini bukanlah kebebasan yang mutlak, tetapi kebebasan yang bertanggungjawab. Kebebasan manusia bukanlah kebebasan dari (freedom from) kondisi-kondisi biologis, psikologis dan sosiokultural tetapi lebih kepada kebebasan untuk mengambil sikap (freedom to take a stand) atas kondisi-kondisi tersebut. Kelebihan manusia yang lain adalah kemampuan untuk mengambil jarak (to detach) terhadap kondisi di luar dirinya, bahkan manusia juga mempunyai kemampuan-kemampuan mengambil jarak terhadap dirinya sendiri (self detachment). Kemampuan-kemampuan inilah yang kemudian membuat manusia disebut sebagai “the self deteming being” yang berarti manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan sendiri apa yang dianggap penting dalam hidupnya.
  • Kehendak Hidup Bermakna (The Will to Meaning). Menurut Frankl, motivasi hidup manusia yang utama adalah mencari makna. Menurut logoterapi bahwa kesenagan adalah efek dari pemenuhan makna, sedangkan kekuasaan merupakan prasyarat bagi pemenuhan makna itu. Mengenal makna itu sendiri menurut Frankl bersifat menarik (to pull) dan menawari (to offer) bukannya mendorong (to push). Karena sifatnya menarik itu maka individu termotivasi untuk memenuhinya agar ia menjadi individu yang bermakna dengan berbagai kegiatan yang sarat dengan makna.
  • Makna Hidup (The Meaning Of Life). Makna hidup adalah sesuatu yang dianggap penting, benar dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang. Untuk tujuan praktis makna hidup dianggap identik dengan tujuan hidup. Makna hidup bisa berbeda antara manusia satu dengan yang lainya dan berbeda setiap hari, bahkan setiap jam. Karena itu, yang penting bukan makna hidup secara umum, melainkan makna khusus dari hidup seseorang pada suatu saat tertentu. Setiap manusia memiliki pekerjaan dan misi untuk menyelesaikan tugas khusus. Dalam kaitan dengan tugas tersebut dia tidak bisa digantikan dan hidupnya tidak bisa diulang. Karena itu, manusia memiliki tugas yang unik dan kesempatan unik untuk menyelesaikan tugasnya (Frankl, 2004).
2. Unsur-Unsur Logoterapi

a. Tujuan Logoterapi
Agar dalam masalah yang dihadapi klien dia bisa menemukan makna dari penderitaan dan kehidupan serta cinta. Dengan penemuan itu klien akan dapat membantu dirinya sehingga bebas dari masalah tersebut.

b. Fungsi dan Peran Terapis


  • Menjaga hubungan yang akrab dan pemisahan ilmiah
  • Mengendalikan filsafat pribadi
  • Terapis bukan guru atau pengkhotbah
  • Memberi makna lagi pada hidup
  • Memberi makna lagi pada penderitaan
  • Menekankan makna kerja

3. Teknik-Teknik dalam Logoterapi

  • Persuasif
Salah satu teknik yang digunakan dalam logoterapi adalah teknik persuasif, yaitu membantu klien untuk mengambil sikap yang lebih konstruktif dalam menghadapi kesulitannya.

  • Paradoxical-intention
Paradoxical intention pada dasarnya memanfaatkan kemampuan mengambil jarak (self-detachment) dan kemampuan mengambil sikap terhadap kondisi diri sendiri dan lingkungan. 

  • De-reflection
Teknik logoterapi lain adalah “de-reflection”, yaitu memanfaatkan kemampuan transendensi diri (self-transcendence) yang dimiliki setiap manusia dewasa. Setiap manusia dewasa memiliki kemampuan untuk membebaskan diri dan tidak lagi memperhatikan kondisi yang tidak nyaman, tetapi mampu mengalihkan dan mencurahkan perhatiannya kepada hal-hal yang positif dan bermanfaat. Di sini klien pertama-tama dibantu untuk menyadari kemampuan atau potensinya yang tidak digunakan atau terlupakan. Ini merupakan suatu jenis daya penarik terhadap nilai-nilai pasien yang terpendam. Sekali kemampuan tersebut dapat diungkapkan dalam proses konseling maka akan muncul suatu perasaan unik, berguna dan berharga dari dalam diri klien.

  • Bimbingan Rohani
Bimbingan rohani merupakan salah satu teknik logoterapi yang mula-mula banyak diterapkan dalam dunia medis, khusunya untuk kasus-kasus somatogenik. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, prinsip-prinsip ini diamalkan juga oleh profesi lain dalam kasus-kasus tragis non-medis yang tak dapat dihindari lagi. Pendekatan ini memanfaatkan kemampuan insani untuk mengambil sikap terhadap keadaan diri sendiri dan keadaan lingkungan yang tak mungkin diubah lagi. Bimbingan rohani kiranya dapat dilihat sebagai ciri paling menonjol dari logoterapi sebagai psikoterapi berwawasan spiritual. Sebab, bimbingan rohani merupakan metode yang secara eksklusif diarahkan pada unsur rohani atau roh, dengan sasaran penemuan makna oleh individu atau klien melalui realisasi nilai-nilai bersikap. Jelasnya, bimbingan rohani merupakan metode yang khusus digunakan pada penangan kasus dimana individu dalam penderitaan karena penyakit yang tidak bisa disembuhkan atau nasib buruk yang tidak mampu lagi untuk berbuat selain menghadapi penderitaan itu. Melalui bimbingan rohani, individu yang menderita didorong ke arah merealisasi nilai-nilai bersikap, menunjukkan sikap positif terhadap penderitaannya, sehingga ia bisa menemukan makna dibalik penderitaannya.




Referensi:
Corey, G. (2009). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
http://digilib.uinsby.ac.id/9476/3/Bab%202.pdf
http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1-2005-bakhtiyarz-565Bab3_110 2.pdf
https://www.scribd.com/doc/103040721/LOGOTERAPI
https://www.scribd.com/doc/202049846/KONSELING-EKSISTENSIAL-HUMANISTIK-pdf
Pihasniwati. (2008). Psikologi Konseling. Yogyakarta: Teras.