TERAPI HUMANISTIK
EKSISTENSIALIS
Terapi eksistensial
humanistik adalah terapi yang sesuai dalam memberikan bantuan kepada klien.
Karena teori ini mencakup pengakuan eksistensialisme terhadap kekacauan,
keniscayaan, keputusasaan manusia kedalam dunia tempat dia bertanggung jawab
atas dirinya.
Menurut Kartini Kartono
dalam kamus psikologinya mengatakan bahwa terapi eksistensial humanistik adalah
salah satu psikoterapi yang menekankan pengalaman subyektif individual kemauan
bebas, serta kemampuan yang ada untuk menentukan satu arah baru dalam hidup.
Sedangkan menurut W.S Winkel, Terapi Eksistensial Humanistik adalah konseling
yang menekankan implikasi-implikasi dan falsafah hidup dalam menghayati makna
kehidupan manusia di bumi ini.
Terapi Eksistensial
Humanistik berfokus pada situasi kehidupan manusia di alam semesta, yang
mencakup tanggung jawab pribadi, kecemasan sebagai unsur dasar dalam kehidupan
batin. Usaha untuk menemukan makna diri kehidupan manusia, keberadaan dalam
komunikasi dengan manusia lain, kematian serta kecenderungan untuk
mengembangkan dirinya semaksimal mungkin.
1. Konsep Dasar Pandangan Humanistik Eksistensial Tentang
Perilaku atau Kepribadian
Pendekatan
Eksistensial-humanistik berfokus pada diri manusia. Pendekatan ini mengutamakan
suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia. Pendekatan
Eksisteneial-Humanistik dalam konseling menggunakan sistem tehnik-tehnik yang
bertujuan untuk mempengaruhi konseli. Pendekatan terapi eksistensial-humanistik
bukan merupakan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup
terapi-terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep-konsep dan
asumsi-asumsi tentang manusia. Konsep-konsep utama pendekatan eksistensial yang
membentuk landasan bagi praktek konseling, yaitu:
- Kesadaran Diri, Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri seorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesadaran untuk memilih alternatif-alternatif yakni memutuskan secara bebas didalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia. Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para ekstensialis menekan manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.
- Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan. Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan ekstensial bisa diakibatkan atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati (nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesasaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya. Dosa ekstensial yang juga merupakan bagian kondisi manusia. Adalah akibat dari kegagalan individu untuk benar benar menjadi sesuatu sesuai dengan kemampuannya.
- Penciptaan Makna. Manusia itu unik dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian (manusia lahir sendirian dan mati sendirian pula). Walaupun pada hakikatnya sendirian, manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi dipersonalisasi, alineasi, kerasingan, dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya. Sampai tarap tertentu, jika tidak mampu mengaktualkan diri, ia bisa menajdi “sakit”.
2. Unsur-Unsur Terapi
Humanistik Eksistensial
a. Tujuan-tujuan
Terapeutik
Tujuan terapi
eksistensial adalah meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan
kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah
hidupnya. Terapi eksistensial juga bertujuan membantu klien agar mampu
menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri dan menerima
kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban kekuatan-kekuatan
deterministik di luar dirinya.
b. Fungsi dan Peran
Terapis
Tugas utama terapis
adalah berusaha memahami klien sebagai ada dalam-dunia. Menurut Buhler dan
Allen, para ahli psikologi humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup
hal-hal berikut:
- Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi.
- Menyadari peran dari tanggung jawab terapis.
- Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik.
- Berorientasi pada pertumbuhan.
- Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh.
- Mengakui bahwa putusan-ptusan dan pilihan-pilihan akhir terletak di tengan klien.
3. Teknik-Teknik Terapi
Humanistik Eksistensial
Yang paling dipedulikan
oleh konselor eksistensial adalah memahami dunia subyektif si klien agar bisa
menolongnya untuk bisa sampai pada pemahaman dan pilihan-pilihan baru. Fokusnya
adalah pada situasi hidup klien pada saat itu, dan bukan pada menolong klien
agar bisa sembuh dari situasi masa lalu (May &Yalom, 1989). Biasaya terapis
eksistensial menggunakan metode yang mencakup ruang yang cukup luas, bervariasi
bukan saja dari klien ke klien, tetapi juga dengan klien yang sama dalam tahap
yang berbeda dari proses terapeutik. Tidak ada perangkat teknik yang
dikhususkan atau dianggap esensial (Fischer & Fischer, 1983). Di sisi lain,
beberapa orang eksistensialis mengesampingkan teknik, karena mereka lihat itu
semua memberi kesan kekakuan, rutinitas, dan manipulasi.
Sepanjang proses
terapeutik, kedudukan teknik adalah nomor dua dalam hal menciptakan hubungan
yang akan bisa membuat konselor bisa secara efektif menantang dan memahami
klien. Teknik-teknik yang digunakan dalam konseling eksistensial-humanistik,
yaitu Penerimaan, Rasa Hormat, Memahami, Menentramkan, Memberi Dorongan, Pertanyaan
Terbatas, Memantulkan Pernyataan dan Perasaan Klien, Menunjukan Sikap yang
Mencerminkan Ikut Merasakan Apa yang Dirasakan Klien, Bersikap Mengijinkan
Untuk Apa Saja yang Bermakna.
CLIENT CENTERED THERAPY
Carl R. Rogers mengembangkan
terapi clien centered sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya keterbatasan-
keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Pada hakikatnya, pendekatan client
centererd adalah cabang dari terapi humanistik yang menggaris bawahi tindakan
mengalami klien berikut dunia subjektif dan fenomenalnya. Pendekatan client
centered ini menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan klien untuk
mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri. Menurut Rogers yang
dikutip oleh Gerald Corey menyebutkan bahwa terapi client centered merupakan
teknik konseling dimana yang paling berperan adalah klien sendiri, klien
dibiarkan untuk menemukan solusi mereka sendiri terhadap masalah yang tengah
mereka hadapi. Hal ini memberikan pengertian bahwa klien dipandang sebagai
partner dan konselor hanya sebagai pendorong dan pencipta situasi yang
memungkinkan klien untuk bisa berkembang sendiri. Sedangkan menurut
Prayitno dan Erman Amti terapi client centered adalah klien diberi kesempatan
mengemukakan persoalan, perasaan dan
pikiran- pikirannya secara bebas. Pendekatan ini juga mengatakan bahwa
seseorang yang mempunyai masalah pada dasarnya tetap memiliki potensi dan mampu
mengatasinya maslah sendiri.
1. Konsep Teori
Kepribadian dalam Terapi Client- Centered
Rogers sebenarnya tidak
terlalu memberi perhatian kepada teori kepribadian. Baginya cara mengubah dan
perihatian terhadap proses perubahan kepribadian jauh lebih penting dari pada
karakteristik kepribadian itu sendiri. Namun demikian, karena dalam proses
konseling selalu memperhatikan perubahan-perubahan kepribadian, maka atas dasar
pengalaman klinisnya Rogers memiliki pandangan-pandangan khusus mengenai
kepribadian, yang sekaligus menjadi dasar dalam menerapkan asumsi- asumsinya
terhadap proses konseling.
Kepribadian menurut
Rogers merupakan hasil dari interaksi yang terus- menerus antara organism,
self, dan medan fenomenal. Untuk memahami perkembangan kepribadian perlu
dibahas tentang dinamika kepribadian sebagai berikut:
Rogers beranggapan bahwa organism manusia adalah unik dan memiliki kemampuan untuk mengarahkan, mengatur, mengontrol dirinya dan mengembangkan potensinya.
b. Penghargaan Positif
Dari Orang Lain
Self berkembang dari
interaksi yang dilakukan organism dengan realitas lingkungannya, dan hasil
interaksi ini menjadi pengalaman bagi individu. Lingkungan sosial yang sangat
berpengaruh adalah orang-orang yang bermakna baginya, seperti orang tua atau
terdekat lainnya. Seseorang akan berkembang secara positif jika dalam berinteraksi
itu mendapatkan penghargaan, penerimaan, dan cinta dari orang lain.
c. Person yang Berfungsi
Utuh
Individu yang terpenuhi
kekbutuhannya, yaitu memperoleh penghargaan positif tanpa syarat dan mengalami
penghargaan diri, akan dapat mencapai kondisi yang kongruensi antara self dan
pengalamannya, pada akhirnya dia akan dapat mencapai penyesuaian psikologis
secara baik.
2. Unsur-unsur terapi
Client- Centered
Unsur-unsur konseling
berpusat pada person sebagai berikut:
- Fokus utama adalah kemampuan individu memecahkan masalah bukan terpecahnya masalah
- Lebih mengutamakan sasaran perasaan dari pada intelek
- Masa kini lebih banyak diperhatikakn dari pada masa lalu
- Pertumbuhan emosional terjadi dalam hubungan konseling
- Proses terapi merupakan penyerasian antara gambaran diri klien dengan keadaan dan pengalaman diri yang sesungguhnya
- Hubungan konselor dank lien merupakan situasi pengalaman terapetik yang berkembang menuju kepada kepribadian klien yang integral dan mandiri.
- Klien memegang peranan aktif dalam konseling sedangkan konselor bersifat pasif.
3. Teknik terapi Client-
Centered
Secara garis besar
teknik terapi Client- Centered yakni:
- Konselor menciptakan suasana komunikasi antar pribadi yang merealisasikan segala kondisi.
- Konselor menjadi seorang pendengar yang sabar dan peka, yang menyakinkan konseli dia diterima dan dipahami.
- Konselor memungkinkan konseli untuk mengungkapkan seluruh perasaannya secara jujur, lebih memahami diri sendiri dan mengembangkan suatu tujuan perubahan dalam diri sendiri dan perilakunya.
LOGOTERAPI (VICTOR
FRANKL)
Teori dan terapi Viktor
Frankl lahir dari pengalamannya selama menjadi tawanan di kamp konsentrasi
Nazi. Di sana, ia menyaksikan banyak orang yang mampu bertahan hidup atau mati
di tengah siksaan. Hingga akhirnya dia menganggap bahwa mereka yang tetap
berharap bisa bersatu dengan orang-orang yang dicintai, punya urusan yang harus
diselesaikan di masa depan, punya keyakinan kuat, memiliki kesempatan lebih
banyak daripada yang kehilangan harapan.
Frankl menamakan
terapinya dengan logoterapi, dari kata Yunani, “logos”, yang berarti pelajaran,
kata, ruh, Tuhan atau makna. Frankl menekankan pada makna sebagai pegertian
logos. Bila Freud dan Addler menekankan pada kehendak pada kesenangan sebagai
sumber dorongan. Maka, Frankl menekankan kehendak untuk makna sebagai sumber
utama motivasi.
Logoterapi percaya
bahwa perjuangan untuk menemukan makna hidup dalam hidup seseorang merupakan
motivator utama orang tersebut. Logoterapi berusaha membuat pasien menyadari
tanggungjawab dirinya dan memberinya kesempatan untuk memilih, untuk apa, atau
kepada siapa dia merasa bertanggungjawab. Logoterapi tidak menggurui atau
berkotbah melainkan pasien sendiri yang harus memutuskan apakah tugas hidupnya
bertanggung jawab terhadap masyarakat, atau terhadap hati nuraninya sendiri.
1. Konsep Dasar Pandangan Frankl tentang
Perilaku atau Kepribadian
Menurut Frankl
logoterapi memiliki wawasan mengenai manusia yang berlandaskan tiga pilar
filosofis yang satu dengan lainya erat hubunganya dan saling menunjang yaitu:
- Kebebasan berkehendak (Freedom of Will). Dalam pandangan logoterapi, manusia adalah mahluk yang istimewa karena mempunyai kebebasan. Kebebasan disini bukanlah kebebasan yang mutlak, tetapi kebebasan yang bertanggungjawab. Kebebasan manusia bukanlah kebebasan dari (freedom from) kondisi-kondisi biologis, psikologis dan sosiokultural tetapi lebih kepada kebebasan untuk mengambil sikap (freedom to take a stand) atas kondisi-kondisi tersebut. Kelebihan manusia yang lain adalah kemampuan untuk mengambil jarak (to detach) terhadap kondisi di luar dirinya, bahkan manusia juga mempunyai kemampuan-kemampuan mengambil jarak terhadap dirinya sendiri (self detachment). Kemampuan-kemampuan inilah yang kemudian membuat manusia disebut sebagai “the self deteming being” yang berarti manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan sendiri apa yang dianggap penting dalam hidupnya.
- Kehendak Hidup Bermakna (The Will to Meaning). Menurut Frankl, motivasi hidup manusia yang utama adalah mencari makna. Menurut logoterapi bahwa kesenagan adalah efek dari pemenuhan makna, sedangkan kekuasaan merupakan prasyarat bagi pemenuhan makna itu. Mengenal makna itu sendiri menurut Frankl bersifat menarik (to pull) dan menawari (to offer) bukannya mendorong (to push). Karena sifatnya menarik itu maka individu termotivasi untuk memenuhinya agar ia menjadi individu yang bermakna dengan berbagai kegiatan yang sarat dengan makna.
- Makna Hidup (The Meaning Of Life). Makna hidup adalah sesuatu yang dianggap penting, benar dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang. Untuk tujuan praktis makna hidup dianggap identik dengan tujuan hidup. Makna hidup bisa berbeda antara manusia satu dengan yang lainya dan berbeda setiap hari, bahkan setiap jam. Karena itu, yang penting bukan makna hidup secara umum, melainkan makna khusus dari hidup seseorang pada suatu saat tertentu. Setiap manusia memiliki pekerjaan dan misi untuk menyelesaikan tugas khusus. Dalam kaitan dengan tugas tersebut dia tidak bisa digantikan dan hidupnya tidak bisa diulang. Karena itu, manusia memiliki tugas yang unik dan kesempatan unik untuk menyelesaikan tugasnya (Frankl, 2004).
2. Unsur-Unsur Logoterapi
Agar dalam masalah yang
dihadapi klien dia bisa menemukan makna dari penderitaan dan kehidupan serta
cinta. Dengan penemuan itu klien akan dapat membantu dirinya sehingga bebas
dari masalah tersebut.
b. Fungsi dan Peran Terapis
- Menjaga hubungan yang akrab dan pemisahan ilmiah
- Mengendalikan filsafat pribadi
- Terapis bukan guru atau pengkhotbah
- Memberi makna lagi pada hidup
- Memberi makna lagi pada penderitaan
- Menekankan makna kerja
3. Teknik-Teknik dalam Logoterapi
- Persuasif
Salah satu teknik yang
digunakan dalam logoterapi adalah teknik persuasif, yaitu membantu klien untuk
mengambil sikap yang lebih konstruktif dalam menghadapi kesulitannya.
- Paradoxical-intention
Paradoxical intention
pada dasarnya memanfaatkan kemampuan mengambil jarak (self-detachment) dan
kemampuan mengambil sikap terhadap kondisi diri sendiri dan lingkungan.
- De-reflection
Teknik logoterapi lain
adalah “de-reflection”, yaitu memanfaatkan kemampuan transendensi diri (self-transcendence)
yang dimiliki setiap manusia dewasa. Setiap manusia dewasa memiliki kemampuan
untuk membebaskan diri dan tidak lagi memperhatikan kondisi yang tidak nyaman,
tetapi mampu mengalihkan dan mencurahkan perhatiannya kepada hal-hal yang positif
dan bermanfaat. Di sini klien pertama-tama dibantu untuk menyadari kemampuan
atau potensinya yang tidak digunakan atau terlupakan. Ini merupakan suatu jenis
daya penarik terhadap nilai-nilai pasien yang terpendam. Sekali kemampuan
tersebut dapat diungkapkan dalam proses konseling maka akan muncul suatu
perasaan unik, berguna dan berharga dari dalam diri klien.
- Bimbingan Rohani
Bimbingan rohani
merupakan salah satu teknik logoterapi yang mula-mula banyak diterapkan dalam
dunia medis, khusunya untuk kasus-kasus somatogenik. Tetapi dalam perkembangan
selanjutnya, prinsip-prinsip ini diamalkan juga oleh profesi lain dalam
kasus-kasus tragis non-medis yang tak dapat dihindari lagi. Pendekatan ini
memanfaatkan kemampuan insani untuk mengambil sikap terhadap keadaan diri
sendiri dan keadaan lingkungan yang tak mungkin diubah lagi. Bimbingan rohani
kiranya dapat dilihat sebagai ciri paling menonjol dari logoterapi sebagai
psikoterapi berwawasan spiritual. Sebab, bimbingan rohani merupakan metode yang
secara eksklusif diarahkan pada unsur rohani atau roh, dengan sasaran penemuan
makna oleh individu atau klien melalui realisasi nilai-nilai bersikap.
Jelasnya, bimbingan rohani merupakan metode yang khusus digunakan pada penangan
kasus dimana individu dalam penderitaan karena penyakit yang tidak bisa
disembuhkan atau nasib buruk yang tidak mampu lagi untuk berbuat selain
menghadapi penderitaan itu. Melalui bimbingan rohani, individu yang menderita
didorong ke arah merealisasi nilai-nilai bersikap, menunjukkan sikap positif
terhadap penderitaannya, sehingga ia bisa menemukan makna dibalik
penderitaannya.
Referensi:
Corey, G. (2009). Teori dan praktek konseling dan
psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
http://digilib.uinsby.ac.id/9476/3/Bab%202.pdf
http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1-2005-bakhtiyarz-565Bab3_110
2.pdf
https://www.scribd.com/doc/103040721/LOGOTERAPI
https://www.scribd.com/doc/103040721/LOGOTERAPI
https://www.scribd.com/doc/202049846/KONSELING-EKSISTENSIAL-HUMANISTIK-pdf
Pihasniwati. (2008). Psikologi
Konseling. Yogyakarta: Teras.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar